Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia: Membuka Peluang
Jakarta, turkeconom.com – Di dunia kerja, ada satu angka yang diam-diam menentukan nasib ekonomi sebuah negara. Namanya: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, atau disingkat TPAK.
TPAK adalah persentase jumlah orang usia kerja—biasanya usia 15 tahun ke atas—yang aktif secara ekonomi. Artinya, mereka entah sedang bekerja atau sedang cari kerja. Jadi, kalau kamu baru lulus SMA dan lagi cari kerja, kamu termasuk dalam hitungan. Tapi kalau kamu masih rebahan nunggu ilham hidup tanpa usaha… ya, maaf, kamu nggak dihitung.
Angka ini penting karena mencerminkan seberapa banyak potensi produktif masyarakat yang dimanfaatkan. Kalau banyak penduduk usia kerja tidak bekerja atau bahkan tidak cari kerja, artinya ada masalah struktural. Bisa karena nggak ada lapangan kerja, keterampilan nggak match, atau faktor sosial budaya.
Bayangkan negara sebagai sebuah tim sepak bola. TPAK adalah jumlah pemain yang bener-bener turun ke lapangan. Kalau cuma setengahnya yang main, gimana mau menang?
Angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia: Naik, Tapi…
Per Agustus 2024, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia tercatat sekitar 70,63%. Itu berarti dari setiap 100 orang usia kerja, hampir 71 orang aktif bekerja atau mencari pekerjaan. Ini termasuk angka yang cukup tinggi dan disebut-sebut sebagai rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Kenaikan ini nggak datang tiba-tiba. Ada banyak faktor pendorong, misalnya pemulihan ekonomi pasca-pandemi, peningkatan investasi di sektor padat karya, dan tentunya digitalisasi kerja yang membuka banyak peluang baru.
Tapi jangan senang dulu. Angka naik bukan berarti semua baik-baik saja. Kualitas pekerjaan masih jadi sorotan. Banyak orang yang bekerja, tapi di sektor informal tanpa jaminan kesehatan, tanpa kontrak jelas, dan tanpa perlindungan hukum. Ibaratnya, kerja sih kerja, tapi besok diganti juga nggak bisa protes.
Selain itu, ketimpangan antarwilayah juga lebar. Di kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja bisa lebih tinggi dari rata-rata nasional. Tapi di wilayah terpencil atau perdesaan, banyak yang bahkan nggak sempat ikut pasar kerja karena alasan akses dan pendidikan.
Perempuan dan Dunia Kerja: Jalan Masih Panjang
Kita juga harus bicara soal kesenjangan gender. Ini bukan sekadar isu aktivis, tapi fakta lapangan. TPAK laki-laki di Indonesia berada di angka sekitar 84%, sementara perempuan hanya sekitar 56%.
Perempuan masih menghadapi tantangan besar untuk ikut berpartisipasi di dunia kerja. Mulai dari beban ganda rumah tangga, norma sosial yang ketinggalan zaman, sampai minimnya fasilitas pendukung seperti daycare dan cuti melahirkan yang layak.
Ada cerita menarik dari Ibu Santi di Yogyakarta, seorang ibu dua anak yang dulunya guru honorer. Setelah pandemi, dia banting setir jualan kue secara online. Sekarang, penghasilannya bahkan mengalahkan gaji suaminya yang PNS. Tapi untuk Ibu Santi, bisa sukses karena dukungan keluarga. Nggak semua perempuan punya privilege yang sama.
Kalau negara serius mendorong TPAK, maka partisipasi perempuan harus jadi fokus utama. Karena setiap ibu yang bekerja, sejatinya sedang menghidupi lebih dari satu generasi.
Tantangan di Balik Angka
Naiknya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja itu bagus, tapi kita harus jujur, banyak tantangan di baliknya.
-
Pengangguran Terselubung
Banyak orang terlihat bekerja, tapi produktivitasnya minim. Contohnya, pekerja musiman yang hanya aktif sebulan dua bulan, atau buruh yang digaji di bawah UMR. -
Skill Gap (Kesenjangan Keterampilan)
Perusahaan butuh tenaga kerja digital, data analyst, marketing strategist. Tapi lulusan SMK atau sarjana malah belum siap di lapangan. Akhirnya banyak perusahaan lebih milih pekerja asing atau outsourcing. -
Sektor Informal Mendominasi
Meski banyak orang bekerja, mayoritasnya ada di sektor informal seperti ojek online, pedagang kaki lima, atau pekerja lepas. Sektor ini fleksibel, tapi minim jaminan sosial. -
Kurangnya Inklusi untuk Penyandang Disabilitas
Kita masih tertinggal jauh dalam memberi kesempatan yang adil bagi penyandang disabilitas. Padahal, potensi mereka luar biasa kalau diberi peluang yang setara.
Jalan ke Depan: Strategi dan Harapan
Apa yang bisa dilakukan? Banyak. Tapi semuanya harus konkret.
-
Revitalisasi SMK dan Pendidikan Vokasi
Kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan industri, bukan sekadar teori di atas kertas. -
Digitalisasi UMKM dan Pekerja Informal
Beri akses teknologi dan pelatihan bisnis ke pelaku usaha kecil agar mereka bisa naik kelas. -
Perlindungan dan Jaminan Sosial untuk Pekerja Nonformal
Negara harus menjangkau sektor informal dengan sistem jaminan sosial yang murah dan fleksibel. -
Dorong Fleksibilitas Kerja untuk Perempuan
Sistem kerja hybrid, remote working, dan jam kerja fleksibel bisa bantu perempuan tetap produktif sambil menjalankan peran domestik. -
Libatkan Anak Muda dalam Proses Kebijakan
Mereka bukan cuma objek, tapi juga subjek dalam pengambilan keputusan. Forum anak muda, komunitas digital, sampai startup, semua harus dilibatkan.
Penutup: Indonesia Menuju Bonus Demografi
Kita sedang berada di tengah-tengah bonus demografi. Artinya, penduduk usia produktif lebih banyak dari non-produktif. Tapi bonus ini bisa berubah jadi bencana demografi kalau tidak dikelola dengan benar.
Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah jantung dari produktivitas nasional. Meningkatkan jumlahnya itu bagus, tapi meningkatkan kualitasnya adalah hal yang jauh lebih penting.
Indonesia tidak kekurangan tenaga kerja. Yang kita butuhkan adalah sistem yang adil, inklusif, dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Karena sejatinya, membangun ekonomi bukan soal angka semata. Tapi soal manusia. Dan manusia butuh pekerjaan yang bukan sekadar bertahan hidup, tapi juga layak untuk dijalani.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Ekonomi
Baca Juga Artikel dari: Pinjaman Internasional: Pengertian Wdbos dan Jenis-Jenisnya yang Perlu Anda Ketahui