Jakarta International Marathon: JAKIM dan Ekonomi Indonesia
Jakarta, turkeconom.com – Di Minggu pagi yang mendung cerah khas Jakarta, ribuan pasang kaki dari berbagai penjuru dunia beradu langkah di tengah hiruk-pikuk Ibu Kota. Bukan demonstrasi, bukan kampanye politik—tapi euforia dari ajang bergengsi: Jakarta International Marathon (JAKIM).
Di tengah keringat, semangat, dan teriakan supporter di pinggir jalan, ternyata ada mesin ekonomi besar yang diam-diam berputar. Dari penginapan penuh, pedagang kaki lima laris manis, hingga UMKM lokal yang kebanjiran order merchandise. JAKIM bukan cuma urusan waktu tempuh dan garis finish. Ia adalah denyut baru dalam nadi ekonomi kota dan negara.
JAKIM: Lebih dari Sekadar Lomba Lari

Sejak pertama kali digelar pada 2013, Jakarta International Marathon telah berkembang dari ajang komunitas menjadi event berskala internasional yang menyedot perhatian pelari elite dan rekreasional dari berbagai negara. Tahun 2024 mencatat rekor partisipasi tertinggi dengan lebih dari 15.000 peserta dari 40 negara.
Tapi mengapa event ini begitu spesial?
-
Rute strategis: Melewati ikon Jakarta seperti Monas, Bundaran HI, dan GBK.
-
Skala global: Menggunakan standar World Athletics.
-
Kategori lengkap: Dari full marathon, half marathon, hingga 5K fun run.
Namun, yang tak banyak dibicarakan adalah bagaimana JAKIM menjadi platform diplomasi budaya dan ekonomi. Ajang ini menjadi showcase ke dunia bahwa Jakarta mampu jadi tuan rumah yang berkelas—dan tentu, aman bagi investor, wisatawan, dan komunitas global.
Dampak Ekonomi: Angka yang Tak Bisa Diremehkan
Berdasarkan data terbaru dari laporan pemerintah daerah dan penyelenggara, JAKIM 2024 berkontribusi hingga Rp 800 miliar ke ekonomi Jakarta dan sekitarnya. Angka ini bukan karangan, tapi akumulasi dari berbagai sektor:
a. Pariwisata dan Perhotelan
Ribuan pelari luar kota dan luar negeri menginap di hotel-hotel Jakarta. Okupansi meningkat drastis hingga 90% di kawasan Menteng, Sudirman, dan Kuningan.
b. UMKM dan Pedagang Lokal
Dari penjual minuman kelapa muda hingga brand lokal seperti kaos JAKIM edisi terbatas—semua mendapat momentum penjualan. Banyak UMKM yang bahkan pre-order sampai H-7 karena permintaan tak terkendali.
c. Transportasi dan Logistik
Aplikasi ride-hailing seperti Gojek dan Grab melaporkan lonjakan permintaan hingga 3x lipat, terutama saat jam start dan penutupan lomba. Sementara itu, vendor logistik event seperti tenda, toilet portable, dan sound system turut panen job.
d. Ekonomi Digital dan Sponsor
Platform streaming yang menayangkan acara ini serta brand sponsor (dari bank hingga air mineral) terlibat dalam promosi besar-besaran. Imbasnya? Brand exposure lokal naik kelas ke level internasional.
Narasi Personal: Ketika Lari Menyatukan dan Menghidupkan
Bayangkan Pak Joko, penjual bubur ayam di kawasan Senayan. Ia biasa buka pukul 06.00, tapi sejak tahu ada JAKIM, ia mulai siap-siap dari jam 3 pagi. Dan hasilnya? “Biasanya jualan sampai jam 10 baru habis. Sekarang jam 07.30 saya sudah tutup lapak. Alhamdulillah,” katanya dengan senyum lebar.
Atau Mira, pemilik usaha sablon rumahan di Cipinang yang kebanjiran pesanan kaos komunitas lari dari Makassar hingga Medan. “Biasanya sebulan 200 pcs, sekarang seminggu bisa 1.000,” ungkapnya.
Cerita-cerita kecil seperti ini yang membuat Jakarta International Marathon bukan hanya ajang kompetisi, tapi perayaan ekonomi inklusif. Lari menjadi bahasa universal yang menyatukan semangat, menyuburkan lapangan kerja, dan mendorong partisipasi sosial.
Peran Pemerintah dan Swasta: Kolaborasi yang Patut Diapresiasi
Kesuksesan JAKIM bukan hasil kerja satu pihak. Ia adalah hasil dari kolaborasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Pemuda dan Olahraga, sponsor korporat, serta komunitas pelari.
Beberapa poin penting dari sisi kebijakan:
-
Rekayasa lalu lintas efektif: Meski ada penutupan jalan, transportasi publik tetap berjalan lancar.
-
Keamanan terjamin: Kolaborasi TNI–Polri dalam pengamanan peserta dan penonton.
-
Fasilitas pendukung lengkap: Dari hydration point, ambulans, hingga area cooling down.
-
Kampanye ramah lingkungan: Botol plastik dikurangi, beberapa area menggunakan reusable cup.
Hal lain yang menarik adalah kehadiran booth digitalisasi UMKM oleh pemerintah, yang membantu pelaku kecil untuk masuk ke platform e-commerce.
Tantangan dan Harapan ke Depan: JAKIM Menuju Kelas Dunia
Walau sukses, bukan berarti JAKIM tanpa kritik. Beberapa hal yang bisa ditingkatkan:
-
Sampah pasca-event masih jadi PR. Dibutuhkan sistem daur ulang dan edukasi peserta yang lebih ketat.
-
Akses penonton ke beberapa titik rute masih dibatasi, padahal antusiasme tinggi.
-
Komunikasi publik soal rekayasa lalu lintas bisa lebih baik agar warga tidak merasa terganggu.
Namun dari semua kekurangan itu, potensi JAKIM untuk naik kelas menjadi World Marathon Major (sejajar dengan Tokyo, Boston, Berlin, dll) bukan angan-angan belaka. Butuh waktu, tentu. Tapi arah dan semangatnya sudah tepat.
Beberapa langkah lanjutan yang bisa didorong:
-
Menyertakan lebih banyak atlet difabel.
-
Membuka kategori anak-anak dan pelajar.
-
Meningkatkan dokumentasi dan media coverage berbahasa Inggris.
-
Menggandeng kementerian pariwisata untuk paket sport tourism.
Penutup: Lari sebagai Simbol Bangkitnya Ekonomi Sosial
Dalam dunia yang semakin sibuk dan digital, ada sesuatu yang indah dari ribuan orang berlari bersama di jalanan kota. Tanpa ponsel, tanpa notifikasi—hanya langkah, napas, dan semangat yang sama. Dan lebih dari itu, mereka secara kolektif menciptakan gelombang ekonomi yang nyata.
Jakarta International Marathon bukan hanya event olahraga. Ia adalah simbol baru bahwa Indonesia bisa memadukan sport, culture, dan ekonomi dalam satu frame global. Bahwa lari bukan hanya soal waktu tercepat, tapi juga tentang siapa yang bisa menciptakan dampak paling panjang.
Baca Juga Artikel dari: Pertumbuhan Ekonomi: Memahami Dasar dan Pentingnya untuk Kemajuan Bangsa
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Ekonomi










