Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil: Jembatan Pemerataan Keuangan Negara

JAKARTA, turkeconom.com – Bicara soal keuangan negara memang tak pernah sesederhana pembagian kue ulang tahun. Ada mekanisme rumit yang melibatkan jutaan rupiah mengalir dari pusat ke berbagai pelosok Indonesia. Salah satu instrumen penting dalam aliran dana tersebut adalah dana bagi hasil, sebuah sistem yang menjadi tulang punggung desentralisasi fiskal di Tanah Air.

Bayangkan sebuah provinsi penghasil minyak atau daerah dengan potensi tambang emas melimpah. Masuk akal kalau wilayah tersebut mendapat bagian lebih dari hasil sumber daya alamnya, bukan? Nah, di sinilah peran dana bagi hasil menjadi krusial. Sistem ini memastikan bahwa daerah penghasil tak hanya jadi penonton sementara kekayaan alamnya mengalir ke pusat tanpa balik modal.

Apa Itu Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil merupakan bagian dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada pemerintah daerah berdasarkan persentase tertentu. Tujuannya sederhana namun fundamental: memperbaiki keseimbangan vertikal antara pemerintah pusat dan daerah, sekaligus mendukung pelaksanaan desentralisasi.

Konsep ini bukan sekadar bagi-bagi uang semata. Ada filosofi keadilan di baliknya. Daerah yang berkontribusi besar terhadap pendapatan negara, baik melalui pajak maupun eksploitasi sumber daya alam, berhak mendapat kompensasi lebih. Prinsip by origin atau berdasarkan daerah penghasil menjadi landasan utama mekanisme pembagian ini.

Menariknya, penyaluran dana bagi hasil menggunakan prinsip based on actual revenue. Artinya, transfer dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan, bukan proyeksi atau estimasi. Pendekatan ini memastikan akurasi dan transparansi dalam alokasi anggaran ke setiap wilayah.

Jenis Dana Bagi Hasil

DBH terbagi menjadi dua kategori besar yang masing-masing punya karakteristik unik. Pemahaman terhadap kedua jenis ini penting karena memengaruhi bagaimana suatu daerah merencanakan pembangunannya.

Dana Bagi Hasil Pajak

DBH Pajak bersumber dari tiga jenis penerimaan utama: Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penghasilan, dan Cukai Hasil Tembakau. PBB menjadi primadona dengan pembagian 90 persen untuk daerah dan hanya 10 persen untuk pusat. Dari 90 persen tersebut, provinsi mendapat 16,2 persen, kabupaten atau kota penghasil memperoleh 64,8 persen, sisanya 9 persen dialokasikan untuk biaya pemungutan.

Untuk PPh, negara membagikan 20 persen dari total penerimaan PPh Pasal 21, 25, dan 29 kepada daerah. Pembagiannya cukup rumit karena melibatkan data domisili wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Daerah dengan jumlah wajib pajak terdaftar lebih banyak tentu mendapat alokasi lebih besar.

Cukai Hasil Tembakau punya mekanisme tersendiri. Tiga persen dari total penerimaan cukai tembakau dialokasikan ke provinsi penghasil. Dana ini khusus ditujukan untuk mendukung sektor-sektor strategis seperti kesehatan, penegakan hukum, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

DBH SDA mencakup lima sektor: kehutanan, pertambangan mineral dan batubara, minyak bumi, gas bumi, plus panas bumi. Sektor kehutanan melibatkan beberapa jenis pungutan seperti Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, dan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan. Pembagiannya bervariasi tergantung jenis iuran, namun umumnya 80 persen dialokasikan untuk daerah.

Minerba atau mineral dan batubara punya sistem yang agak berbeda. Iurannya terdiri dari dua komponen: iuran tetap berdasarkan luas wilayah eksplorasi per hektar, dan royalti berdasarkan volume produksi per ton. Kombinasi keduanya menentukan besaran DBH yang diterima daerah penghasil.

Sektor migas memiliki kompleksitas tersendiri karena melibatkan perhitungan Domestic Market Obligation, fee hulu migas, hingga berbagai pajak dan bea masuk. Proses kalkulasinya memang lebih rumit dibanding sektor lain, tapi prinsipnya tetap sama: memberikan kompensasi adil kepada daerah penghasil.

Mekanisme Penyaluran Dana

Penyaluran dana bagi hasil tidak sembarangan. Ada prosedur ketat yang harus diikuti untuk memastikan setiap rupiah sampai tepat sasaran. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menjadi garda terdepan dalam proses ini.

Untuk DBH pajak seperti PBB, penyaluran dilakukan secara mingguan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara. Kecepatan transfer ini penting mengingat kebutuhan daerah yang dinamis. Berbeda dengan DAU yang disalurkan tiap bulan, DBH lebih fleksibel menyesuaikan realisasi penerimaan.

DBH PPh punya ritme sendiri dengan penyaluran per tiga bulan. Tiga triwulan pertama masing-masing mendapat 20 persen dari alokasi sementara, sementara triwulan keempat merupakan sisa dari total pembagian definitif dikurangi dana yang sudah dicairkan. Kalau terjadi kelebihan penyaluran, akan diperhitungkan di tahun anggaran berikutnya.

Perubahan dalam UU Terbaru

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 membawa angin segar dalam sistem dana bagi hasil. Perubahan paling signifikan adalah formula alokasi yang kini menggabungkan dua elemen: 90 persen berdasarkan formula konvensional dan 10 persen berdasarkan kinerja daerah.

Komponen kinerja ini game changer karena mendorong daerah lebih aktif mengoptimalkan penerimaan pajak dan mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab. Daerah yang disiplin dalam administrasi, rajin menyampaikan Berita Acara Rekonsiliasi, dan mencapai target penerimaan akan mendapat bonus tambahan dari porsi 10 persen tersebut.

Perluasan cakupan penerima DBH juga patut dicatat. Selain daerah penghasil, kini daerah yang berbatasan langsung, daerah pengolah, bahkan daerah lain dalam satu provinsi turut mendapat alokasi. Pendekatan ini lebih inklusif dan mengakui bahwa dampak eksploitasi sumber daya alam tidak hanya dirasakan daerah penghasil semata.

Dampak bagi Pembangunan Daerah

Dana bagi hasil terbukti menjadi sumber pembiayaan vital bagi pembangunan daerah. Provinsi dan kabupaten atau kota penghasil komoditas utama seperti minyak, gas, batubara, atau hasil hutan mendapat injeksi dana signifikan yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan.

Dari membangun infrastruktur jalan hingga meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan pendidikan, DBH memberikan fleksibilitas fiskal yang dibutuhkan pemerintah daerah. Daerah tak lagi sepenuhnya bergantung pada Dana Alokasi Umum yang sifatnya lebih umum dan tidak mempertimbangkan potensi spesifik wilayah.

Namun tantangannya tetap ada. Pengelolaan DBH yang kurang optimal bisa memicu ketergantungan berlebihan pada sektor tertentu. Daerah penghasil migas misalnya, harus cerdas mendiversifikasi ekonomi agar tidak kolaps ketika harga minyak dunia anjlok atau sumur mulai kering.

Sistem dana bagi hasil memang bukan solusi sempurna untuk semua masalah keuangan daerah. Tapi sebagai instrumen desentralisasi fiskal, perannya sangat strategis dalam mewujudkan pemerataan pembangunan dan keadilan ekonomi antara pusat dan daerah. Dengan terus disempurnakan melalui berbagai regulasi, DBH diharapkan makin efektif menjadi jembatan pemerataan kesejahteraan di seluruh penjuru Nusantara.

Baca juga konten dengan artikel terkait tentang:  Ekonomi

Baca juga artikel lainnya: Pajak Bumi dan Bangunan: Tarif, Cara Hitung dan Bayar

Author