Sistem Pemerintahan Parlementer: Dinamika Politik dan Relevansi
Jakarta, turkeconom.com – Ketika mendengar istilah sistem pemerintahan parlementer, banyak orang langsung teringat pada negara-negara seperti Inggris, Jepang, atau Belanda. Sistem ini memang sudah mengakar dalam sejarah panjang politik global. Namun, apa sebenarnya sistem parlementer itu?
Secara sederhana, sistem parlementer adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan eksekutif (perdana menteri dan kabinet) berasal dari legislatif (parlemen) dan bertanggung jawab langsung kepada parlemen. Jika dukungan parlemen hilang, pemerintah bisa dijatuhkan melalui mosi tidak percaya.
Berbeda dengan sistem presidensial yang menempatkan presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, dalam sistem parlementer biasanya terdapat dua posisi: kepala negara (sering berupa raja atau presiden simbolis) dan kepala pemerintahan (perdana menteri).
Contoh nyata bisa kita lihat di Inggris, di mana Raja Charles III adalah kepala negara, sementara Rishi Sunak sebagai perdana menteri memegang kendali pemerintahan sehari-hari.
Sejarah Lahirnya Sistem Parlementer

Akar sistem parlementer bisa ditelusuri ke abad pertengahan, khususnya di Inggris.
-
Magna Carta 1215
Dokumen ini menjadi awal pembatasan kekuasaan raja dan cikal bakal konsep parlemen. -
Revolusi Glorious (1688)
Setelah pergolakan politik, Inggris menetapkan monarki konstitusional, di mana raja tidak lagi berkuasa absolut. -
Evolusi Parlemen
Abad ke-18 hingga ke-19, parlemen berkembang menjadi lembaga yang kuat, dan perdana menteri muncul sebagai pemimpin pemerintahan yang sesungguhnya.
Dari Inggris, sistem parlementer menyebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk bekas jajahan Inggris seperti India, Australia, dan Malaysia. Beberapa negara lain seperti Belanda dan Jepang juga mengadopsinya, dengan penyesuaian sesuai konteks masing-masing.
Ciri-Ciri Utama Sistem Parlementer
Untuk memahami lebih jelas, mari kita kupas ciri khas dari sistem pemerintahan parlementer:
-
Dua Pemimpin: kepala negara (raja/presiden) dan kepala pemerintahan (perdana menteri).
-
Kabinet Bertanggung Jawab pada Parlemen: menteri-menteri dipilih dari anggota parlemen dan bisa diberhentikan jika kehilangan dukungan.
-
Mosi Tidak Percaya: parlemen dapat menjatuhkan pemerintah melalui mekanisme ini.
-
Pemilu Fleksibel: jika parlemen bubar, pemilu baru bisa segera digelar.
-
Kekuasaan Eksekutif dan Legislatif Menyatu: tidak ada pemisahan tegas seperti dalam sistem presidensial.
Bayangkan sebuah analogi sederhana: sistem parlementer itu seperti sebuah band musik. Parlemen adalah band itu sendiri, sedangkan perdana menteri adalah vokalis yang dipilih oleh anggota band. Jika vokalis tidak lagi cocok dengan arah musik, anggota band bisa menggantinya.
Kelebihan Sistem Parlementer
Sistem parlementer bukan tanpa alasan banyak dipilih negara modern. Ada sejumlah keunggulan yang membuatnya dinilai lebih efisien dalam konteks tertentu:
-
Fleksibilitas Politik
Pemerintah bisa diganti tanpa harus menunggu masa jabatan berakhir, sehingga cepat merespons krisis politik. -
Kontrol yang Lebih Kuat
Parlemen memiliki pengawasan langsung terhadap pemerintah, sehingga peluang penyalahgunaan kekuasaan lebih kecil. -
Efisiensi dalam Pembuatan Kebijakan
Karena eksekutif berasal dari legislatif, proses legislasi cenderung lebih cepat. -
Stabilitas dalam Negara dengan Budaya Konsensus
Negara-negara seperti Jepang dan Belanda menunjukkan bagaimana sistem ini bisa menghasilkan stabilitas politik yang cukup lama.
Contoh nyata: Inggris mampu menghadapi krisis politik seperti Brexit dengan relatif cepat, meski pergantian perdana menteri terjadi beberapa kali.
Kekurangan Sistem Parlementer
Namun, kelebihan itu datang dengan konsekuensi. Sistem parlementer juga memiliki kelemahan:
-
Pemerintahan Tidak Stabil
Karena mudah dijatuhkan, kabinet bisa berganti terlalu sering. Italia, misalnya, pernah berganti pemerintahan lebih dari 60 kali sejak Perang Dunia II. -
Kekuasaan Partai Besar
Partai politik yang dominan bisa terlalu kuat, sehingga mengurangi representasi kelompok kecil. -
Potensi Politik Transaksional
Koalisi antarpartai seringkali dibangun atas dasar kompromi, yang bisa mengorbankan kepentingan rakyat. -
Ketergantungan pada Mayoritas Parlemen
Jika parlemen terpecah dan tidak ada mayoritas jelas, pemerintah bisa sulit bekerja efektif.
Perbandingan dengan Sistem Presidensial
Indonesia saat ini menganut sistem presidensial, di mana presiden dipilih langsung oleh rakyat dan memegang kekuasaan eksekutif penuh.
Perbedaan utama dengan sistem parlementer:
-
Presidensial: eksekutif dan legislatif terpisah tegas.
-
Parlementer: eksekutif bagian dari legislatif.
-
Presidensial: presiden tidak bisa dijatuhkan begitu saja, kecuali melalui impeachment.
-
Parlementer: perdana menteri bisa dijatuhkan dengan mosi tidak percaya.
Seandainya Indonesia memakai sistem parlementer, bisa jadi presiden hanya berfungsi sebagai simbol negara, sementara perdana menteri yang berasal dari partai mayoritas di DPR memegang kendali penuh. Bayangkan dinamika politiknya: pergantian kabinet bisa lebih cepat, tapi risiko ketidakstabilan juga lebih tinggi.
Relevansi Sistem Parlementer di Dunia Modern
Di era globalisasi, banyak negara yang tetap mempertahankan sistem parlementer. Inggris, Jepang, Australia, dan India adalah contoh sukses. Mereka mampu menjaga keseimbangan antara demokrasi, efisiensi, dan stabilitas.
Namun, ada juga negara yang kesulitan, seperti Pakistan atau Thailand, di mana sistem parlementer sering terguncang oleh konflik politik dan kudeta militer.
Artinya, keberhasilan sistem ini sangat dipengaruhi oleh budaya politik, kedewasaan partai, dan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga demokrasi.
Penutup: Sistem Parlementer sebagai Cermin Dinamika Demokrasi
Sistem pemerintahan parlementer adalah salah satu model demokrasi yang unik, fleksibel, namun penuh tantangan. Dengan sejarah panjang sejak Inggris abad pertengahan, sistem ini terbukti bisa membawa stabilitas sekaligus risiko instabilitas.
Bagi Indonesia, sistem ini memang tidak diterapkan, tetapi mempelajarinya memberi wawasan berharga tentang bagaimana negara lain mengelola kekuasaan dan demokrasi. Pada akhirnya, baik sistem parlementer maupun presidensial, yang terpenting adalah bagaimana keduanya dijalankan dengan akuntabilitas, transparansi, dan berpihak pada rakyat.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Politik
Baca Juga Artikel Dari: Sistem Pemerintahan Presidensial: Dinamika, dan Tantangan










