Kebijakan Fiskal Nasional

Kebijakan Fiskal Nasional: Pilar Ekonomi Menentukan Arah Bangsa

Jakarta, turkeconom.com – Ketika kita bicara tentang ekonomi negara, kebijakan fiskal selalu muncul sebagai topik utama. Istilah ini mungkin terdengar teknis, tapi pada dasarnya sederhana: kebijakan fiskal adalah cara pemerintah mengelola keuangan negara, mulai dari pendapatan (pajak, bea, dan penerimaan lain) hingga pengeluaran (belanja infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan subsidi).

Di Indonesia, kebijakan fiskal nasional bukan hanya soal angka di APBN, melainkan cerminan arah politik dan keberpihakan pemerintah. Saat pandemi COVID-19 misalnya, belanja negara dialihkan besar-besaran ke sektor kesehatan dan perlindungan sosial. Itu adalah bukti nyata bagaimana kebijakan fiskal bisa menyelamatkan masyarakat di masa krisis.

Seorang dosen ekonomi di Yogyakarta pernah mengatakan, “Kalau moneter ibarat pedal gas dan rem, fiskal itu setir. Ia menentukan ke mana mobil bangsa ini akan diarahkan.” Analogi ini sangat menggambarkan peran vital kebijakan fiskal.

Sejarah dan Perkembangan Kebijakan Fiskal Indonesia

Kebijakan Fiskal Nasional

Sejak awal kemerdekaan, kebijakan fiskal nasional selalu mengalami dinamika sesuai kebutuhan zaman. Pada era Orde Lama, fokusnya lebih pada pembiayaan pembangunan dasar. Lalu, di masa Orde Baru, kebijakan fiskal berperan dalam menopang pertumbuhan ekonomi pesat meskipun sering bergantung pada utang luar negeri dan eksploitasi sumber daya alam.

Krisis 1998 menjadi titik balik penting. Defisit anggaran yang besar kala itu memaksa pemerintah memperbaiki sistem perpajakan, mengurangi ketergantungan pada utang, dan memperkenalkan disiplin fiskal melalui UU Keuangan Negara.

Memasuki era reformasi, kebijakan fiskal Indonesia semakin transparan dan akuntabel. Hadirnya APBN yang dipublikasikan secara terbuka, disertai audit oleh BPK, menunjukkan bahwa fiskal bukan hanya urusan teknokrat, tapi juga domain publik yang bisa dikritisi.

Kini, kebijakan fiskal lebih diarahkan pada pembangunan inklusif: mengurangi ketimpangan, meningkatkan kualitas SDM, dan mendorong ekonomi hijau. Hal ini terlihat dari alokasi anggaran yang makin besar untuk pendidikan, kesehatan, serta transisi energi.

Instrumen Utama dalam Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal nasional memiliki dua instrumen utama: penerimaan negara dan belanja negara.

  1. Penerimaan Negara

    • Pajak: Sumber utama, mencakup PPh, PPN, bea cukai, hingga pajak daerah.

    • PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak): Dari sumber daya alam, dividen BUMN, dan layanan publik.

    • Hibah: Meski kecil, tetap memberi kontribusi tambahan.

  2. Belanja Negara

    • Belanja pusat: untuk kementerian, pembangunan infrastruktur, subsidi energi, serta program perlindungan sosial.

    • Transfer ke daerah: Dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana desa yang memperkuat otonomi daerah.

  3. Pembiayaan Defisit
    Jika penerimaan tak cukup, pemerintah menutupinya dengan utang, baik melalui penerbitan SBN (Surat Berharga Negara) maupun pinjaman luar negeri.

Kombinasi instrumen inilah yang menentukan arah kebijakan. Misalnya, saat pemerintah menurunkan tarif PPh UMKM menjadi 0,5%, tujuannya adalah mendorong partisipasi usaha kecil dalam perekonomian formal. Di sisi lain, subsidi energi sering dikritik karena membebani APBN, namun tetap dipertahankan demi stabilitas harga.

Kebijakan Fiskal dan Kehidupan Sehari-Hari

Banyak orang mengira kebijakan fiskal hanya soal angka di meja pejabat. Padahal, dampaknya nyata di kehidupan sehari-hari.

  • Harga BBM dan Listrik: Subsidi energi memengaruhi harga bensin yang kita beli di SPBU atau tarif listrik bulanan.

  • Sekolah dan Kesehatan: Dana BOS untuk sekolah dan anggaran BPJS Kesehatan semua berasal dari belanja negara.

  • Infrastruktur: Jalan tol, MRT, hingga jembatan yang kita gunakan sehari-hari dibangun dari APBN.

  • Pajak yang Kita Bayar: Pajak PPN dari kopi yang kita beli di kafe hingga pajak motor ikut masuk ke penerimaan negara.

Seorang ibu rumah tangga di Bekasi pernah berkomentar, “Saya baru sadar kebijakan fiskal itu penting ketika anak saya dapat bantuan kuota internet gratis saat pandemi. Ternyata itu dari APBN.” Testimoni sederhana ini membuktikan, kebijakan fiskal sangat dekat dengan masyarakat.

Tantangan Kebijakan Fiskal Nasional

Meski penting, kebijakan fiskal nasional bukan tanpa tantangan.

  1. Rasio Pajak Rendah
    Tax ratio Indonesia masih di bawah 12%, jauh lebih rendah dibanding negara ASEAN lain. Artinya, basis pajak masih sempit dan kepatuhan perlu ditingkatkan.

  2. Beban Utang
    Meski masih dalam batas aman, tren kenaikan utang negara sering jadi polemik politik. Pemerintah harus memastikan utang digunakan untuk hal produktif, bukan sekadar menutup defisit.

  3. Ketimpangan Daerah
    Meski transfer ke daerah sudah besar, disparitas pembangunan antara Jawa dan luar Jawa masih tinggi.

  4. Tekanan Global
    Fluktuasi harga komoditas, ketidakpastian geopolitik, dan tren ekonomi hijau memaksa kebijakan fiskal lebih adaptif.

  5. Kebutuhan Reformasi Struktural
    Digitalisasi pajak, green budgeting, hingga transparansi belanja publik jadi agenda penting yang tak bisa ditunda.

Seorang ekonom muda pernah menulis, “Fiskal kita ibarat rumah tangga dengan banyak anak. Harus pintar membagi uang jajan agar semua tumbuh seimbang.” Analogi sederhana yang menggambarkan kerumitan kebijakan fiskal nasional.

Kesimpulan – Fiskal Sebagai Penentu Masa Depan

Kebijakan fiskal nasional adalah salah satu instrumen terkuat yang dimiliki pemerintah untuk menentukan arah pembangunan. Ia bukan sekadar angka dalam APBN, tapi cerminan pilihan politik: apakah negara berpihak pada rakyat kecil, pada pembangunan jangka panjang, atau hanya mengejar pertumbuhan sesaat.

Kedepannya, keberhasilan kebijakan fiskal akan ditentukan oleh tiga hal: keadilan dalam pajak, efisiensi dalam belanja, dan keberlanjutan dalam pembiayaan. Jika ketiganya dijalankan dengan baik, maka Indonesia bisa melangkah lebih pasti menuju visi negara maju.

Dan bagi kita, masyarakat, memahami kebijakan fiskal berarti memahami mengapa uang pajak yang kita bayarkan kembali dalam bentuk jalan, sekolah, listrik, hingga program bantuan sosial. Dengan begitu, kita tak lagi menganggapnya abstrak, melainkan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Politik

Baca Juga Artikel Dari: Ideologi Feminisme Politik: Suara Perempuan dalam Demokrasi

Author