Gender Budgeting: Cara Mudah Bikin Anggaran Adil & Berdampak
JAKARTA, turkeconom.com – Pernah dengar istilah gender budgeting? Awalnya, aku juga mikir, apaan sih itu? Tapi semakin aku ngulik, ternyata ini topik yang bikin aku mikir panjang soal bagaimana anggaran—baik di rumah, organisasi, atau bahkan di level pemerintah—bisa ngaruh ke hidup banyak orang, terutama soal kesetaraan gender. Buat aku, gender budgeting itu bukan sekedar jargon kebijakan. Ini real, dan bisa bikin perubahan nyata kalau diaplikasiin dengan benar.
Gender Budgeting Itu Apa Sih?
Jadi, singkatnya, gender budgeting adalah proses menyusun atau menganalisis anggaran dengan lensa gender. Maksudnya, setiap keputusan soal uang—baik buat pengeluaran pribadi, perusahaan, sampai ke pemerintah daerah—di-cek dulu, apakah anggarannya adil buat laki-laki dan perempuan? Atau malah, tanpa sadar, cuma nguntungin kelompok tertentu doang?
Pertama kali aku tahu soal gender budgeting pas IKUT diskusi kantor soal rencana CSR. Mayoritas pengambil keputusan itu laki-laki, dan saat itu, program mereka fokus sama hal-hal umum, kayak pelatihan kerja. Tapi aku nanya, ‘Gimana dengan akses ke perempuan? Apakah mereka dapet manfaat yang sama?’ Dari situ, baru kebuka, banyak banget anggaran publik yang nggak ngeliat kebutuhan gender secara spesifik.
Lika-Liku Awal Menerapkan Gender Budgeting
Pas awal-awal mau coba terapkan gender budgeting di lingkungan kerja, aku pikir gampang: tinggal masukkan aja kolom gender di laporan keuangan. Ternyata nggak sesimple itu, bro! Banyak yang salah paham. Ada yang mikir, gender budgeting itu artinya kita harus bagi anggaran sama rata antara laki-laki sama perempuan. Padahal, bukan kayak gitu konsepnya.
Inti dari gender budgeting adalah memahami kebutuhan yang berbeda. Misal, program pelatihan di desa, laki-laki bisa hadir kapan aja. Tapi kalau perempuan, banyak yang kehalang waktu karena harus ngurus rumah atau anak. Solusinya? Anggaran dialokasikan juga buat child care atau transportasi supaya perempuan nggak ketinggalan manfaatnya.
Aku pernah banget kecolongan di project pertama. Karena merasa udah checklist kebutuhan gender di proposal, eh ternyata pas evaluasi, perempuan yang berpartisipasi cuma 10 persen. Setelah ditelusuri, transportasi dan jam pelaksanaan nggak fleksibel buat mereka. Sakit hati nggak sih, udah ngerancang tapi tetap aja impact-nya ke perempuan minim. Dari situ, aku belajar: selalu libatkan mereka di tahap awal perencanaan, jangan asumsikan aja.
Manfaat Gender Budgeting Buat Ekonomi Lebih Inklusif
Ngomongin ekonomi, gender budgeting bisa banget ningkatin produktivitas dan pembangunan. Data dari UN Women bilang, investasi pada layanan publik yang ramah gender kayak akses kesehatan reproduksi bisa ningkatin GDP nasional. Di beberapa negara bahkan ada data pemerintah lokal yang berhasil ningkatin partisipasi perempuan di pasar kerja gara-gara anggaran mereka memprioritaskan pelatihan dan child care.
Dari pengalaman pribadi, aku pernah bantu organisasi yang programnya awalnya cenderung maskulin. Setelah kami ubah pendekatannya dengan gender budgeting, output-nya lebih terasa. Bukan cuma perempuan yang diuntungkan loh, laki-laki juga jadi dapet akses yang fair sesuai kebutuhan. Intinya, ekonomi keluarga dan komunitas makin kuat karena peluang berkembang terbuka lebih luas buat semua.
Cara Gampang Mulai Gender Budgeting
#1 – Dengerin Suara dari Semua Gender
Jangan cuma diskusi sama orang-orang yang biasa ngomong. Libatkan kelompok perempuan, pria, lansia, bahkan difabel. Waktu aku fasilitasi diskusi di sebuah desa, insight dari ibu-ibu luar biasa banget. Mereka bisa identify kebutuhan yang selama ini nggak kepikiran sama bapak-bapak. Gender budgeting minta partisipasi dari semua supaya nggak ada yang “invisible”.
#2 – Cek dan Analisis Data
Ada kalanya kita merasa udah adil, padahal data bilang sebaliknya. Aku biasanya cek data partisipasi berdasarkan gender dari program sebelumnya. Misal, pelatihan kerja: siapa aja pesertanya? Kenapa dominan laki-laki atau perempuan? Analisa data itu penting supaya solusi kita tepat sasaran dan anggaran beneran impactful untuk semua pihak.
#3 – Buat Anggaran yang Fleksibel
Gender budgeting nggak rigid, harus adaptif. Kadang, aku bikin proposal anggaran yang alokasinya bisa digeser sesuai kebutuhan yang muncul mendadak. Misalnya, dana transportasi bisa dialokasikan lebih banyak ke perempuan jika ternyata mereka lebih butuh akses ke lokasi pelatihan. Intinya: listening and adapting!
#4 – Evaluasi dan Belajar dari Kesalahan
Nggak ada yang bisa langsung jago. Aku aja sering ngerasa gagal karena output nggak sesuai niat. Tapi dari evaluasi bareng tim dan peserta, akhirnya ketemu celah yang sebelumnya kelewat. Jangan lupa, gender budgeting butuh upaya konsisten. Semakin sering refleksi, semakin peka kita sama kebutuhan real di lapangan.
Kesalahan Paling Sering & Cara Mengatasinya
Kesalahan nomor satu: cuma formalitas. Banyak yang asal checklist gender di proposal tanpa aksi nyata! Dulu, aku banget. Ditanya atasan, mana evidence-nya? Zonk. Mulai sekarang, usahain selalu ada feedback langsung dari penerima manfaat, bukan cuma asumsi atas kertas.
Salah kaprah berikutnya, anggap langkah ini cuma buat perempuan. Gender budgeting = kesetaraan, bukan perlakuan istimewa. Kebutuhan gender itu bisa berubah-ubah tergantung konteks. Aku belajar banget kalau dalam isu ekonomi lokal, pendekatan gender budgeting harus juga memperhatikan akses laki-laki di pekerjaan informal atau remaja putri yang butuh pelatihan digital.
Tips Simpel Supaya Gender Budgeting Nggak Cuma Jadi Lip Service
- Lakukan konsultasi terbuka—ngobrol langsung ke target sasaran.
- Rotasi tim perencana (jangan satu dua orang aja biar banyak perspektif)
- Kolaborasi bareng organisasi perempuan atau komunitas lokal
- Perbarui data secara berkala, jangan pakai data lama yang udah nggak relevan
- Monitor hasil dengan indikator yang jelas, bukan intuisi aja
Contoh Nyata Gender Budgeting di Indonesia
Ada program pemerintah daerah yang sukses nambah fasilitas ibu menyusui di ruang publik dari hasil survei gender budgeting. Aku juga pernah dengar cerita dari Pemkot Surabaya yang ngasih pelatihan kerja berbasis kebutuhan anak muda cewek dan cowok supaya mereka siap masuk dunia kerja.
Impact-nya? Partisipasi sama skill meningkat pesat, ekonomi lokal juga kerasa lebih hidup karena semua kelompok dapet peluang setara.
Pelajaran Penting tentang Gender Budgeting
1. Open-minded itu wajib
Jangan merasa udah paham semua masalah gender. Realita di lapangan itu jauh lebih dinamis.
2. Kolaborasi lebih penting daripada kompetisi
Gender budgeting bakal stuck kalau nggak kolaborasi. Libatkan banyak pihak, dari komunitas sampai pemerintahan.
3. Data itu panglima
Seringkali yang bikin capek itu asumsi tanpa data. Kuncinya, rajin update dan analisa data.
Penutup: Gender Budgeting Bukan Cuma Tren, Tapi Kebutuhan
Setelah beberapa tahun ngulik dan mencoba, aku berani bilang kalau gender budgeting itu jauh dari sekadar tren atau formalitas. Beneran bisa bikin perubahan konkret, terutama buat ekonomi yang lebih adil di berbagai level. Dan seringnya, efek domino-nya terasa buat perempuan, laki-laki, keluarga, bahkan lingkungan kerja kita.
Jadi, jangan ragu buat mulai belajar dan terapkan gender budgeting. Mulai dari hal kecil aja, kayak diskusi sama tim kantor atau komunitas. Semakin sering kita ngomongin dan ngelakuin, makin gede juga pengaruh positifnya buat masa depan yang lebih setara. Setuju nggak?
Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Ekonomi
Baca juga artikel lainnya: Heuristik Ekonomi: Cara Pintar & Konyol Kita Ambil Keputusan Duit