Ekonomi Digdaya

Ekonomi Digdaya: Mimpi Besar Indonesia Tantangan Nanastoto

Jakarta, turkeconom.com – “Indonesia bisa jadi negara dengan ekonomi digdaya di tahun 2045.”

Kalimat itu mungkin pernah kamu dengar. Entah dari pidato presiden, infografis pemerintah, atau video YouTube yang membahas “Indonesia Emas 2045.” Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan Ekonomi Digdaya?

Istilah ini bukan sekadar bahasa puitis. Ia merujuk pada cita-cita Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi global, masuk ke dalam jajaran top 5 atau top 10 ekonomi dunia dalam 20 tahun ke depan. Versi paling populernya mengacu pada “Visi Indonesia 2045”, yaitu:

  • PDB per kapita $25.000

  • Kelas menengah dominan

  • Daya saing industri tinggi

  • Ketahanan pangan, energi, dan teknologi

Tapi buat saya pribadi, “digdaya” itu bukan cuma soal angka. Itu soal punya pijakan ekonomi yang adil, kuat, dan tahan guncangan—baik buat anak muda perkotaan, maupun petani di pelosok.

Pertanyaannya sekarang: apakah mimpi ini terlalu muluk, atau justru terlalu mendesak untuk tidak kita wujudkan?

Angka-angka di Balik Ambisi—Apakah Indonesia Siap Jadi Ekonomi Raksasa?

Ekonomi Digdaya

Mari kita buka data dan kalkulator.

Saat ini (per 2025), Indonesia berada di posisi 16 besar ekonomi dunia berdasarkan nominal GDP. Dengan PDB sekitar USD 1,6 triliun, Indonesia sudah tergolong negara berpendapatan menengah.

Target “Ekonomi Digdaya 2045” secara kasar berarti:

  • GDP nasional: sekitar USD 7–9 triliun

  • PDB per kapita: $25.000 (sekarang masih sekitar $4.700)

  • Masuk top 5 ekonomi global bersama AS, China, India, dan EU

Untuk mencapainya, pertumbuhan ekonomi harus stabil di angka 6–7% per tahun—selama dua dekade. Sementara rata-rata pertumbuhan dalam 10 tahun terakhir adalah sekitar 5,2%.

Apa yang bikin ini sulit?

  1. Middle Income Trap
    Indonesia terancam “nyangkut” di level pendapatan menengah tanpa bisa naik kelas. Negara-negara seperti Brazil dan Afrika Selatan sudah lama di posisi ini.

  2. Ketimpangan Ekonomi
    PDB naik belum tentu semua merasakannya. Kota tumbuh, tapi desa stagnan.

  3. Kualitas SDM dan Pendidikan
    IPM Indonesia masih di bawah banyak negara ASEAN. Produktivitas tenaga kerja kita belum cukup tinggi.

  4. Kinerja Investasi dan Industri
    Masih banyak ketergantungan pada ekspor komoditas mentah dan konsumsi rumah tangga.

“Kalau masih ekspor nikel mentah dan impor HP mahal, susah ngomongin ekonomi digdaya,” ujar Rama, analis ekonomi yang saya temui saat diskusi publik di UI.

Ekonomi Digdaya = SDM Digdaya—Kenapa Pendidikan dan Literasi Keuangan Jadi Kunci?

Coba bayangkan ini: kamu masuk ke dunia kerja 2035. Semua pakai AI, robot, digital ID, bahkan ekonomi karbon. Tapi kurikulum sekolah masih terjebak UN dan hafalan teks pidato.

Konyol? Sayangnya masih mungkin terjadi.

Salah satu pilar penting dari ekonomi digdaya adalah transformasi sumber daya manusia (SDM). Karena tanpa manusia cerdas, sehat, dan fleksibel, ekonomi hanya jadi angka—tanpa fondasi.

Apa yang Harus Dilakukan?

  1. Reformasi Kurikulum Pendidikan

    • Fokus pada critical thinking, literasi digital, dan kolaborasi.

    • TVET (vocational training) diperluas dan dipoles.

  2. Pendidikan Keuangan Sejak Dini
    Anak SMA hari ini harus sudah ngerti cara nabung saham, beda antara investasi dan spekulasi, hingga risiko pinjol. Karena ekonomi masa depan butuh rakyat yang bisa kelola keuangannya dengan bijak.

  3. Akses Internet Merata
    Internet bukan lagi soal hiburan. Ini infrastruktur ekonomi. Di era gig economy, internet = pekerjaan.

“Kalau kita mau jadi negara besar, kita gak bisa biarkan satu generasi tertinggal cuma karena lahir di wilayah yang sinyalnya lemah,” ujar Tyas, pengajar di Papua Barat yang mengandalkan Wi-Fi satelit untuk mengajar daring.

Industri Masa Depan—Apa yang Harus Digenjot Demi Ekonomi Digdaya?

Ekonomi Digdaya

Industri yang digdaya adalah industri yang bisa menciptakan nilai tambah tinggi, menyerap banyak tenaga kerja, dan mampu bersaing secara global.

Sektor Prioritas Menuju Ekonomi Digdaya:

1. Manufaktur Teknologi

Dari semikonduktor, baterai EV, hingga bioteknologi. Indonesia harus naik level dari pabrik sepatu ke pabrik chip.

2. Energi Terbarukan

Dengan kekayaan matahari, angin, dan panas bumi, Indonesia punya peluang besar jadi raja energi bersih ASEAN. Tapi… kita masih dominan pakai batu bara.

3. Industri Kreatif & Digital

Game lokal, animasi, musik, film, startup teknologi—semuanya punya potensi besar di pasar internasional. Tapi masih kurang ekosistem pendukung dan insentif.

4. Ekonomi Digital & AI

Peran AI dan cloud computing akan menentukan posisi negara dalam perdagangan global. Tapi riset kita masih minim dibanding negara tetangga.

Menurut data Google e-Conomy, ekonomi digital Indonesia bisa mencapai USD 130 miliar pada 2025. Tapi apakah itu berarti kita benar-benar “digdaya”, atau cuma jadi pasar besar yang dikuasai asing?

Siapa yang Bertanggung Jawab atas “Ekonomi Digdaya”? (Spoiler: Kita Semua)

Pertanyaan pamungkas: siapa yang seharusnya mendorong mimpi ini jadi nyata?

Jawabannya bukan cuma “pemerintah”.

Pemerintah:

  • Menyediakan regulasi dan infrastruktur

  • Memberi insentif industri strategis

  • Menjaga stabilitas fiskal dan moneter

Sektor Swasta:

  • Menciptakan inovasi dan investasi

  • Menyerap tenaga kerja lokal berkualitas

  • Naik level ke manufaktur berbasis teknologi

Masyarakat:

  • Aktif dalam literasi keuangan dan digital

  • Dukung produk lokal dan investasi dalam negeri

  • Jadi bagian dari perubahan, bukan hanya pengamat

“Ekonomi digdaya itu bukan milik elite. Tapi milik semua orang yang bangun pagi, kerja keras, dan gak takut belajar hal baru,” kata Aji, pedagang online dari Solo yang dulu supir ojek.

Penutup: Ekonomi Digdaya Adalah Harapan Kolektif—Tapi Hanya Jika Kita Bergerak Bersama

Sebagai pembawa berita yang mengikuti tren ekonomi nasional sejak era BBM naik Rp 500 hingga sekarang bicara “digitalisasi fiskal”, saya bisa bilang: mimpi jadi kekuatan ekonomi dunia itu bukan mustahil.

Tapi mimpi saja tidak cukup.

Kita butuh:

  • Strategi

  • Aksi kolektif

  • Dan kesadaran bahwa setiap keputusan—kecil atau besar—ikut menyusun fondasi ekonomi masa depan.

Ekonomi digdaya bukan soal jadi “hebat di dunia.” Tapi soal bisa memberikan hidup layak, adil, dan bermartabat bagi seluruh rakyatnya.

Baca Juga Artikel dari: Politics Update: This Week’s Most Controversial Bills – My Personal Take on Hot Political Drama

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Ekonomi

Author