Ideologi Komunisme Dunia

Ideologi Komunisme Dunia: Sejarah, Dampak, dan Relevansinya

Jakarta, turkeconom.com – Ketika kita berbicara tentang komunisme, sering kali yang terbayang adalah bendera merah, palu-arit, atau pidato panjang dari tokoh-tokoh besar seperti Karl Marx dan Vladimir Lenin. Namun, jauh di balik simbol dan jargon itu, terdapat sebuah ideologi yang pada abad ke-20 mampu mengguncang dunia.

Komunisme adalah sistem ideologi yang lahir dari keresahan sosial. Ia muncul sebagai kritik tajam terhadap kapitalisme yang dianggap menciptakan kesenjangan tajam antara si kaya dan si miskin. Karl Marx dan Friedrich Engels menuliskan gagasan besarnya dalam Manifesto Komunis tahun 1848. Intinya sederhana tapi revolusioner: masyarakat tanpa kelas, tanpa kepemilikan pribadi, di mana alat produksi dikuasai bersama.

Di atas kertas, ide ini terdengar utopis, bahkan ideal. Namun, ketika diterapkan di dunia nyata, hasilnya jauh lebih kompleks. Dari Uni Soviet, Cina Mao Zedong, hingga eksperimen-eksperimen politik di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, komunisme selalu melahirkan narasi besar yang penuh kontradiksi: di satu sisi ingin keadilan sosial, di sisi lain kerap berujung pada otoritarianisme.

Bagi mahasiswa ilmu politik atau sejarah, membahas ideologi komunisme dunia adalah seperti membuka bab panjang yang tak pernah habis. Dari Perang Dingin hingga keruntuhan Tembok Berlin, komunisme bukan sekadar teori, tapi sebuah kekuatan global yang mengubah arah peradaban.

Komunisme dan Benturan dengan Kapitalisme

Ideologi Komunisme Dunia

Di pertengahan abad ke-20, dunia nyaris terbagi dua. Di satu sisi ada blok kapitalis yang dipimpin Amerika Serikat, di sisi lain blok komunis yang dipimpin Uni Soviet. Inilah masa Perang Dingin, sebuah periode penuh ketegangan, spionase, perlombaan senjata nuklir, hingga kompetisi ruang angkasa.

Komunisme menjanjikan pemerataan ekonomi dan hilangnya eksploitasi. Kapitalisme menjanjikan kebebasan individu dan inovasi. Kedua ideologi ini saling bertabrakan, tidak hanya di medan perang, tapi juga dalam hal teknologi dan budaya.

Ambil contoh perlombaan teknologi ruang angkasa. Uni Soviet meluncurkan Sputnik pada 1957, satelit pertama manusia di orbit bumi. Amerika Serikat menjawab dengan mengirim manusia pertama ke bulan pada 1969. Dalam setiap lompatan teknologi itu, ideologi tersembunyi di belakangnya.

Seorang dosen sejarah di sebuah universitas di Jakarta pernah berkata kepada mahasiswanya: “Jangan kira komputer, internet, atau teknologi yang kita nikmati sekarang lepas dari persaingan ideologi. Perang Dinginlah yang mempercepat lahirnya banyak inovasi teknologi modern.”

Artinya, bahkan ketika kita berbicara tentang komunisme dunia, kita tak bisa lepas dari kontribusi tak langsungnya terhadap perkembangan sains dan teknologi.

Komunisme di Asia: Dari Cina hingga Vietnam

Asia adalah benua yang paling banyak merasakan dampak ideologi komunisme. Dua negara yang hingga kini masih mengklaim sistem politik komunis adalah Cina dan Vietnam.

  • Cina: Setelah Mao Zedong memenangkan perang saudara pada 1949, Republik Rakyat Cina resmi berdiri dengan ideologi komunis. Mao membawa revolusi agraria, industrialisasi paksa, hingga Revolusi Kebudayaan. Namun, setelah era Deng Xiaoping, Cina membuka pintu ekonomi pasar dengan tetap mempertahankan kendali politik komunis. Hasilnya? Cina kini jadi kekuatan ekonomi nomor dua dunia.

  • Vietnam: Perang Vietnam adalah contoh nyata benturan ideologi. Amerika Serikat masuk dengan alasan membendung komunisme, sementara Vietnam Utara didukung Uni Soviet dan Cina. Akhirnya, Vietnam berhasil menyatukan negara dengan ideologi komunis, meski kini juga mulai bertransformasi secara ekonomi.

Yang menarik, di era modern, negara-negara dengan ideologi komunis justru memanfaatkan teknologi kapitalis. Cina, misalnya, melahirkan raksasa teknologi seperti Huawei, Tencent, hingga TikTok. Sebuah paradoks yang menunjukkan bahwa batas ideologi bisa lentur saat bersinggungan dengan realitas global.

Jejak Komunisme di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga

Indonesia juga punya sejarah kelam dengan komunisme. Partai Komunis Indonesia (PKI) pernah menjadi salah satu partai terbesar di dunia pada awal 1960-an. Namun, tragedi 1965 membuat PKI dibubarkan dan komunisme dilarang keras hingga hari ini.

Bagi sebagian masyarakat, kata “komunisme” masih membawa trauma. Namun, bagi sebagian mahasiswa ilmu sosial, ideologi ini dipelajari sebagai bagian dari sejarah dunia, bukan semata untuk diterapkan.

Di Afrika dan Amerika Latin, komunisme juga sempat menjadi harapan bagi rakyat tertindas. Kuba dengan Fidel Castro dan Che Guevara adalah simbol perlawanan terhadap kapitalisme global. Sementara itu, negara-negara Afrika di era dekolonisasi juga mencoba sistem komunis, meski sebagian besar gagal bertahan.

Yang menarik, walau secara politik banyak negara meninggalkan komunisme, tapi dalam hal teori akademik, ideologi komunisme dunia masih diajarkan di kampus-kampus. Tujuannya bukan menghidupkan kembali, melainkan sebagai bahan refleksi kritis terhadap kapitalisme yang juga punya kelemahan.

Relevansi Komunisme di Era Teknologi Digital

Pertanyaan besar kemudian muncul: apakah komunisme masih relevan di era digital, saat dunia dipenuhi startup, kecerdasan buatan, dan big data?

Secara formal, ideologi ini memang sudah redup. Namun, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya—seperti pemerataan akses, distribusi sumber daya, dan penghapusan kesenjangan—masih relevan.

Mari kita lihat contoh konkret. Di era digital:

  • Banyak negara mendiskusikan akses internet gratis sebagai hak dasar warga. Bukankah ini selaras dengan ide komunisme tentang akses kolektif?

  • Isu data privacy dan monopoli teknologi oleh segelintir perusahaan besar juga mengingatkan kita pada kritik komunisme terhadap eksploitasi kapitalis.

  • Bahkan, konsep open-source software di dunia teknologi kadang disebut sebagai “komunisme digital” karena menekankan berbagi, bukan kepemilikan pribadi.

Seorang mahasiswa teknologi informasi pernah menulis esai: “Jika Marx hidup di era internet, mungkin ia akan bicara tentang kapitalisme data, bukan hanya kapitalisme pabrik.”

Dengan kata lain, ideologi komunisme dunia kini bergeser menjadi inspirasi akademik dan kritik sosial, bukan lagi sistem politik yang kaku.

Kesimpulan: Komunisme Sebagai Cermin Peradaban

Membahas ideologi komunisme dunia ibarat bercermin pada sejarah. Ia bukan hanya tentang Marx, Lenin, atau Mao, tapi juga tentang bagaimana umat manusia bereksperimen mencari sistem sosial yang adil.

Komunisme gagal di banyak negara, tapi ia meninggalkan pelajaran berharga: bahwa sistem apapun harus fleksibel, mampu menyesuaikan diri dengan teknologi, dan mengutamakan manusia.

Di era digital, komunisme tidak lagi hadir sebagai partai politik besar yang ingin menguasai dunia. Ia hadir sebagai ide, kritik, dan inspirasi. Sebuah pengingat bahwa di balik teknologi secanggih apapun, masih ada pertanyaan mendasar: siapa yang mengendalikan, siapa yang diuntungkan, dan siapa yang tertinggal?

Dan seperti yang pernah diucapkan seorang sejarawan: “Komunisme mungkin redup, tapi percikan ide-idenya masih hidup dalam diskusi akademik, politik, dan teknologi.”

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Politik

Baca Juga Artikel Dari: Gerakan Populis Politik: Fenomena, Dampak Demokrasi Modern

Author