Stimulus Ekonomi: Strategi Pemerintah Menghidupkan Ekonomi
Jakarta, turkeconom.com – Suatu pagi di tahun 2020, di tengah sepinya pertokoan, para pengusaha kecil di pasar Senen duduk termenung. Tidak ada pembeli, modal makin tipis, dan tagihan tetap datang seperti biasa. Inilah gambaran nyata saat pandemi COVID-19 mengguncang ekonomi Indonesia. Di saat seperti itu, kita mulai sering mendengar satu istilah yang dulu terasa asing: stimulus ekonomi.
Tapi sebenarnya, stimulus ekonomi bukan hanya muncul saat pandemi. Konsep ini sudah lama dipakai dalam teori dan praktik ekonomi global, sebagai cara cepat mengembalikan roda ekonomi yang mulai seret. Dalam bahasa sederhana, stimulus adalah bentuk intervensi aktif pemerintah—entah lewat uang tunai, insentif pajak, atau proyek padat karya—untuk mendorong konsumsi, investasi, dan penciptaan lapangan kerja.
Di Indonesia sendiri, istilah ini mulai populer saat pemerintah menggelontorkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang nilainya mencapai ratusan triliun rupiah. Tujuannya jelas: menyelamatkan UMKM, menstabilkan daya beli masyarakat, dan mencegah PHK massal.
Dalam konteks dunia nyata, bisa dibilang stimulus ekonomi itu semacam suntikan vitamin. Bukan untuk menyembuhkan total, tapi cukup membuat tubuh ekonomi bangkit dari kasur dan kembali bergerak.
Macam-Macam Stimulus Ekonomi yang Pernah Diberlakukan di Indonesia
Stimulus ekonomi datang dalam berbagai bentuk, tergantung pada situasi dan kelompok sasaran. Kita bisa membaginya dalam dua kategori besar: stimulus fiskal dan stimulus moneter.
Stimulus Fiskal
Merupakan kebijakan langsung dari pemerintah, biasanya lewat anggaran negara (APBN). Contohnya:
-
Bantuan Sosial Tunai (BST): Dana langsung kepada keluarga rentan miskin untuk menjaga daya beli.
-
Subsidi Gaji: Diberikan kepada pekerja formal dengan gaji di bawah batas tertentu.
-
Relaksasi Pajak (PPh dan PPN): Membantu dunia usaha agar tidak terbebani pungutan saat daya beli turun.
-
BLT UMKM (BPUM): Bantuan langsung kepada pelaku usaha mikro untuk menjaga likuiditas dan keberlangsungan usaha.
-
Program Kartu Prakerja: Pelatihan dan insentif bagi mereka yang kehilangan pekerjaan atau ingin upskill.
Stimulus Moneter
Dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan lembaga keuangan untuk mendukung stabilitas ekonomi. Misalnya:
-
Penurunan suku bunga acuan agar kredit lebih terjangkau.
-
Relaksasi kredit UMKM agar pelaku usaha tidak ditagih cicilan saat kondisi sedang sulit.
-
Quantitative Easing (QE) atau pembelian surat utang untuk menjaga likuiditas perbankan.
Salah satu cerita menarik datang dari Pak Erwin, pemilik laundry kecil di Bekasi. Ketika pandemi menghantam, ia nyaris gulung tikar karena pelanggan berkurang drastis. Tapi setelah menerima bantuan BPUM senilai Rp2,4 juta, ia bisa memperbaiki mesin cucinya dan membeli deterjen dalam jumlah besar. “Saya pikir cuma sebentar efeknya, ternyata justru jadi awal saya bangkit,” katanya.
Efektivitas Stimulus Ekonomi: Hanya Tambal Sulam atau Benar-Benar Menolong?
Pertanyaan besar yang kerap muncul adalah: Apakah stimulus ekonomi benar-benar efektif? Jawabannya tidak bisa tunggal. Tergantung siapa yang ditanya, waktunya kapan, dan indikator apa yang digunakan.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Program PEN berhasil menahan kontraksi ekonomi Indonesia yang diprediksi lebih dalam. Pada kuartal III 2020, pertumbuhan ekonomi memang masih minus, tapi tidak seburuk yang dikhawatirkan. Konsumsi rumah tangga perlahan naik, dan beberapa sektor seperti pertanian dan telekomunikasi bahkan menunjukkan pertumbuhan.
Namun, di lapangan, pelaksanaan stimulus tidak selalu mulus. Masih ada kendala distribusi data penerima, lambatnya birokrasi, serta kasus bantuan tidak tepat sasaran. Salah satu contoh yang ramai diberitakan adalah bantuan sosial yang dikirim ke keluarga fiktif atau ganda.
Seorang ekonom dari salah satu universitas ternama di Jakarta menyebut, “Stimulus itu seperti defibrillator. Efektif jika digunakan tepat waktu dan pada pasien yang masih bisa diselamatkan. Kalau kelamaan, bisa percuma.”
Artinya, stimulus ekonomi bukan jaminan sukses. Ia hanya alat. Kuncinya terletak pada desain kebijakan yang presisi, implementasi yang cepat, dan pengawasan yang ketat.
Tantangan Pemerintah dalam Merancang dan Menyalurkan Stimulus
Merancang stimulus bukan pekerjaan mudah. Bayangkan saja: pemerintah harus memilih siapa yang paling butuh, berapa jumlah bantuannya, bagaimana cara menyalurkan, dan memastikan tidak ada korupsi di tengah jalan. Semua itu harus dilakukan dalam waktu singkat dan dengan tekanan publik yang besar.
Beberapa tantangan nyata yang dihadapi pemerintah Indonesia antara lain:
-
Data penerima bantuan yang belum mutakhir
Banyak warga miskin belum terdaftar di sistem terpadu, terutama yang bekerja di sektor informal atau tinggal di daerah terpencil. -
Kapasitas birokrasi terbatas
Petugas lapangan sering kali kekurangan pelatihan, bahkan alat teknologi untuk memverifikasi data secara real-time. -
Risiko tumpang tindih antarprogram
Misalnya satu keluarga menerima bansos dari dua kementerian berbeda, sementara keluarga lain tidak mendapat apa-apa. -
Kekhawatiran terhadap utang negara
Untuk membiayai stimulus, pemerintah harus menarik utang dalam jumlah besar. Meski masih dalam batas aman, banyak pihak khawatir dengan beban fiskal jangka panjang. -
Munculnya kecemburuan sosial
Ketika ada tetangga yang menerima bantuan tapi kita tidak, meski sama-sama terdampak, perasaan tidak adil mudah muncul. Ini bisa mengganggu stabilitas sosial di masyarakat bawah.
Solusi? Salah satunya adalah digitalisasi distribusi bantuan, seperti yang dilakukan lewat e-wallet dan QR Code untuk Kartu Prakerja. Sistem ini lebih cepat, transparan, dan bisa dilacak. Tapi tentu masih perlu perbaikan berkelanjutan.
Masa Depan Stimulus Ekonomi: Strategi Bertahan atau Investasi Jangka Panjang?
Kini saat badai pandemi mereda dan ekonomi mulai pulih, pertanyaan besar kembali muncul: Apakah stimulus ekonomi masih dibutuhkan? Atau justru sudah saatnya kita fokus pada reformasi struktural?
Beberapa pakar menyarankan agar stimulus tidak hanya bersifat “menjaga nafas” tapi juga mengarah ke investasi jangka panjang, seperti:
-
Mendorong transformasi digital UMKM
-
Investasi infrastruktur dasar di daerah tertinggal
-
Penguatan ekosistem pertanian modern
-
Dukungan untuk energi terbarukan dan ekonomi hijau
-
Reformasi ketenagakerjaan dan sistem pendidikan vokasi
Dengan kata lain, stimulus ke depan perlu diarahkan untuk menciptakan ketahanan ekonomi. Bukan cuma untuk bertahan di masa krisis, tapi juga untuk menciptakan sistem yang lebih siap menghadapi disrupsi.
Contohnya, Program Kartu Prakerja yang awalnya dirancang sebagai “bantalan” justru berhasil menginspirasi lahirnya platform pelatihan digital nasional. Ratusan ribu orang kini bisa belajar keterampilan baru tanpa harus duduk di bangku sekolah formal. Ini bukti bahwa stimulus bisa menjadi fondasi perubahan jika dikelola dengan benar.
Dan tentu, kolaborasi semua pihak dibutuhkan. Pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat sipil harus saling bahu-membahu. Karena membangun ekonomi yang kuat bukan hanya tugas menteri keuangan, tapi kita semua.
Penutup: Stimulus Ekonomi Bukan Sekadar Dana, Tapi Cermin Keberpihakan
Stimulus ekonomi adalah wujud paling nyata dari kehadiran negara di tengah rakyatnya. Ia bukan cuma soal angka-angka di APBN, tapi tentang keberpihakan: pada yang kecil, pada yang terdampak, pada yang nyaris tak punya pilihan.
Keberhasilan stimulus bukan ditentukan dari banyaknya uang yang digelontorkan, tapi dari seberapa cepat ia menjangkau yang membutuhkan, dan seberapa besar dampaknya pada perubahan nyata di lapangan.
Jadi, ketika kita mendengar kata stimulus lagi di masa depan, mari jangan hanya bertanya: “Berapa triliun yang keluar?” Tapi lebih dari itu: “Siapa yang terbantu? Apa yang berubah? Dan apakah itu bertahan dalam jangka panjang?”
Karena pada akhirnya, ekonomi bukan hanya tentang pertumbuhan. Tapi tentang kehidupan. Dan stimulus adalah salah satu cara agar kehidupan itu tetap berjalan, bahkan di tengah badai paling gelap sekalipun.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Ekonomi
Baca Juga Artikel dari: Kontraksi Moneter: Strategi Pengendalian Ekonomi yang Perlu Kita Pahami